IP-KI Provinsi DKI Jakarta Mengadakan Bukber Ramadhan 1445 H Bersama Seluruh Kader Dewan Pengurus Wilayah

  • Redaksi
  • Senin, 01 April 2024 13:47
  • 126 Lihat
  • Berita Umum

JAKARTA,  Media Budaya Indonesia.Com - Organisasi Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) mengadakan buka bersama (bukber) dan diskusi dengan Tema " Fokus Pada Konstitusi, Bersama Rakyat Menjaga Cita - Cita  Proklamasi.Bukber diadakan di Lantai 2 Kantor IP-KI Gedung Joang 45 Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3/2024).

Bukber sekaligus diskusi ini dihadiri oleh Ketua Dewan Pengurus Wilayah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia Provinsi DKI Jakarta serta para Kader IP-KI Pengurus  Wilayah DPC.

Dalam diskusi Mayjen TNI (Purn) Jan Pieter Ate (Waketum DPP IPKI) IP-KI DPP Provinsi DKI Jakarta mengatakan FGD kali ini menempatkan kata “Konstitusi” dan frasa “Cita-Cita Proklamasi 1945” sebagai fokus untuk kita diskusikan bersama. Bagi bangsa Indonesia yang memiliki sejarah panjang untuk menjadi negara bangsa (nation-state), kata Konstitusi dan frasa Cita-cita Proklamasi 1945 memiliki makna yang sangat dalam dan fundamental. Terlebih lagi, sebagai anggota Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, makna dari Konstitusi dan Cita-cita Prklamasi 1945 harus sungguh-sungguh kita fahami, karena di sinilah titik pijak kita berorganisasi. Pada kedua konteks itulah visi dan misi organisasi IPKI diformulasikan. 

Mengapa pemahaman tentang Konstitusi dan Cita-cita Proklamasi 1945 itu penting? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah sederhana, yakni bagaimana mungkin saudara akan taat pada sesuatu yang tidak saudara fahami? Ketaatan (obedience, compliance, submission) adalah tindakan yang harus natural, bukan karena dipaksa atau keterpaksaan. Saudara hanya akan taat pada sesuatu yang sudah saudara fahami dengan sungguh-sungguh serta yakin akan arti, konsepsi, arah serta kebenaran dan manfaat bagi masyarakat dan bangsa. 

Ada banyak ahli baik yang menjelaskan tentang apa itu konstitusi, mulai dari pengertian yang sempit, sampai dengan pengertian yang sangat luas. Pengertian konstitusi yang sempit, misalnya dikemukakan oleh Kenneth Clinton Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dalam wujud kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara. Dari pendapat K.C. 

Wheare yang melandasi konstitusi dipandang sebagai Undang Undang Dasar, yakni hukum tertinggi dalam suatu negara. 

Berbeda dengan K.C Wheare yang melihat konstitusi dari perspektif yuridis, Herman Heller memandang konstitusi lebih luas dari UUD, dengan cakupan sampai dimensi politis dan sosiologis yang mencerminkan kehidupan nyata masyarakat sehari-hari dalam kerangka kekuasaan negara. 

Bagaimana dengan konstitusi dalam praktek bernegara? Merujuk pada Robert D. Cooter dalam buku The Strategic Constitution (2000), pemahaman tentang konstitusi harus didudukkan pada konteks pengaturan tentang: 1) kewenangan yang tidak tak terbatas yang diberikan kepada pemerintah untuk menjalankan peraturan perundang-undangan, serta 2) pengakuan terhadap hak-hak dasar warga negara. Hak-hak dasar warga negara diseimbangkan dengan kewajibannya sebagai warga negara. 

Konstitusi dalam praktek di Indonesia. Merujuk pendapat Prof Jimly Asshidigie, konstitusi mengandung pengertian peraturan tertulis (UUD 1945), kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan yang menentukan susunan dann kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ negara dan aturan tentang hubungan organ negara dengan warga negara. Di Indonesia, konstitusi adalah hukum tertinggi di mana segala peraturan perundang-undangan merujuk kepadanya. 

Konstitusi memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1) Pengaturan tentang kekuasaan dan pembatasan kekuasaan pemerintah: 2) Pemberian legitimasi dan penyelenggaraan terhadap kekuasaan negara. 3) Pengaturan tentang jaminan hukum dan perlindungan bagi warga negara (perlindungan hak-hak individu warga negara). 4) Sebagai landasan hukum bagi perumusan kebijakan public, 5) Menyediakan landasan bagi stabilitas sosial politik, ekonomi dan keamanan. 

Konstitusi merupakan hukum tertinggi yang harus dipatuhi dan ditaati oleh oleh pemerintah dan setiap warga negara. Sebagai hukum yang tertinggi, konstitusi bertujuan untuk mencegah kekuasaan yang tak terbatas dan menegakkan keadilan, kemerdekaan, keamanan dan kesejahteraan. Pada dimensi inilah konstitusi dan cita-cita Proklamasi 1945 bertautan secara erat. Ruang lingkup konstitusi di Indonesia mencakup prinsip-prinsip 

demokrasi, hak azasi manusia dan pembagian kekuasaan lembaga lembaga pemerintahan (legislative, eksekutif dan yudikatif).

Cita-Cita Proklamasi 1945 :

Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945 secara eksplisit terdapat di dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni tepatnya di dalam empat Alinea Pembukaan UUD 1945. 

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. 

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 

Atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Dari berbagai sumber kita temukan adanya dua pendapat berbeda mengenai cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945. Pendapat pertama (mayoritas) menyebutkan bahwa Cita-cita Proklamasi 1945 termaktub dalam Alinea ke-IV Pembukaan UUD 1945. Pendapat yang kedua (minoritas) mengatakan berada di Alinea ke II. Perspektif yang arif hendaknya tidak mendikotomi Pembukaan UUD 1945 berdasarkan isi tiap Alinea. Ke-empat Alinea tersebut hendaknya dilihat dalam satu kesatuan yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 

Pada konteks inilah Konstitusi dan Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945 ibarat satu mata uang dengan dua sisi. Alinea ke-empat UUD 1945 Pembukaan UUD 1945 mendeklarasikan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945 yakni terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur. serta untuk mewujudkan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

Dengan mencermati isi Pembukaan UUD 1945, kita dapat melihat bahwa wujud bangsa yang dicita-citakan oleh Proklamasi 1945 itu adalah bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 

Saat ini sudah lebih dari 78 tahun Indonesia merdeka. Karena itu adalah Saat yang tepat untuk mempertanyakan, apakah cita-cita Proklamasi 1945 sudah tercapai? Atau pertanyaan yang lebih arif, pada skala 1-100, Indonesia saat ini sudah berada di level mana dari pencapaian cita-cita Proklamasi 1945 (skala 1-100)? 

Untuk mewujudkan cita-cita proklamasi pemerintah Indonesia tidak mungkin hanya mengandalkan pemerintah. Setiap komponen bangsa Indonesia harus secara aktif mengambil bagian. Pembangunan yang efektif adalah yang berada satu keterpaduan usaha yang saling mendukung dan Saling menopang (whole of govemment and whole of society). Tanpa keterlibatan rakyat secara aktif, pemerintah tidak sanggup untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945. 

Saat ini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk menatap jalan menuju cita-cita Proklamasi 1945. Sampai tahun 2035 Indonesia berada pada puncak bonus demografi, di mana sekitar 70% penduduk Indonesia adalah kelompok produktif. Keberhasilan Indonesia dalam mengelola bonus demokrasi yang dimiliki akan mengantarkan Indonesia optimis untuk mendekatkan pada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945. 

Untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut usaha pemerintah dan bangsa Indonesia harus bersinergi. Pemerintah harus sungguh-sungguh menjalankan perannya dalam bentuk fungsi dan tanggung-jawabnya secara efektif dan professional sebagai mana terungkap pada Alinea IV Pembukaan UUD 1945. Pemerintah yang efektif adalah yang menjalankan

Konstitusi secara sungguh-sungguh. Indikatornya dapat dilihat dari kinerja pemerintahan yang professional. Kata professional mengandung arti bebas Hari korupsi, penyelenggaraan hukum yang berkeadilan dan tidak diskriminasi, kebijakan publik yang efektif dan berkesinambungan (sustainable), pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang positif di atas 6%, pendidikan dan kesehatan yang maju, serta keamanan dan politik yang stabil. 

Pari pihak warga negara, terwujudnya warga negara yang menjalankan hak dan kewajibannya secara bertanggung jawab, patuh pada hukum, memiliki kesadaran cinta tanah air, rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, berpengetahuan dan ketrampilan serta bersinergi dengan pemerintah untuk membangun bangsa. 

Implementasi Ketaatan terhadap Konstitusi dan Cita-Cita Proklamasi 1945. 

Ketaatan dan kepatuhan terhadap Konstitusi merupakan cerminan dari bangsa yang beradab dan berbudaya tinggi. Bangsa yang tinggi peradaban dan budayanya tercermin dari sikap dan tatalaku sehari-hari tidak saja sadar akan haknya tetapi juga akan kewajibannya sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara harus menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai dari hasil pengorbanan yang sungguh luar biasa dari para pahlawan dan generasi sebelumnya. Kemerdekaan itu tidak dicapai dengan gampang. 

Kemerdekaan itu bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan pintu gerbang untuk menuju cita-cita. Kalau generasi sebelumnya meninggalkan legacy berupa Indonesia yang merdeka, Indonesia yang mempersatukan ribuan pulau, daerah, suku dan agama yang berbeda-beda, generasi yang sekarang juga harus punya legacy. Legacy yang mulia adalah Indonesia yang semakin kokoh persatuannya, Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Konteks ini secara eksplisit telah dideklarasikan dalam sebuah visi-misi yang sederhana dan terarah, yakni Indonesia Maju 2045. 

Mewujudkan Indonesia Maju 2045 adalah Keputusan yang tepat. Karena apabila sasaran itu tercapai, yang menikmatinya adalah bangsa Indonesia sendiri. Pada saat Indonesia Maju tercapai, maka generasi Indonesia akan akan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Sebalinya, apabila Indonesia Maju tidak tercapai, akan menjadi kerugian terbesar

dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan Indonesia Maju 2045, Indonesia sudah berada pada track yang benar. Namun harus diwadari bahwa waktu yang dimiliki tidak banyak, yakni hanya sekitar empat kali periode kepemimpinan nasional atau hanya tinggal 20 tahun. 

Karena itu setiap anak bangsa harus sadar akan kompetisi antar bangsa yang semakin ketat. Saat ini setiap bangsa berlomba untuk menjadi yang terbaik dalam berbagai hal. Kalau di masa lalu bangsa yang besar mengalahkan bangsa yang kecil, saat ini karakteristik persaingan antar bangsa sudah berubah. Bukan lagi bangsa yang besar akan mengalahkan bangsa yang kecil, melainkan siapa yang cepat akan mengalahkan yang lambat. 

Persaingan di abad 21 berlangsung pada domain penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan dan tantangan akan semakin kompleks. Karena itu setiap individu dituntut untuk membekali diri sebanyak-banyaknya baik hard skills maupun soft skills sesuai yang berkembang di abad ini. Industri di Indonesia harus bertumbuh supaya produk-produk yang dihasilkan Indonesia tidak hanya untuk pasar domestik, tetapi juga mampu bersaing di pasar regional dan internasional. Demikian pula anak-anak bangsa tidaknya berkutat di domestik, tetapi menjadi diaspora Indonesia yang unggul di berbagai negara. Inilah sesungguhnya roh dari Ketaatan kepada Konstitusi dan Cita-cita Proklamasi 1945. 

Sebaliknya ketidak-patuhan terhadap Konstitusi dan tanggung jawab kepada cita-cita Proklamasi 1945 pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban/tanggung jawab atas status baik sebagai pemerintahan maupun sebagai rakyat. Pelanggaran terhadap konstitusi dapat dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dapat dilakukan oleh warga negara. Bentuk pelanggaran antara lain, 1) Mencampuri kewenangan lembaga kekuasaan yang lain: 2) Proses hukum yang tidak adil dan transparan: 3) tindakan yang mengabaikan kebeasan warga negara, 4) memberangus kebebasan berbicara dan penyampaian pendapat (Psi 28E): 4) penahanan tanpa proses hukum yang wajar, 5) pelanggaran hak azasi manusia (mis: dalam konteks penggunakan kekuatan militer): 6) manipulasi proses dan hasil Pemilu, 7) Korupsi dan penyalahgunaan 

kekuasaan: 8) Penolakan terhadap putusan Peradilan: 9) Penggunaan jnstrument negara untuk kepentingan politik. 

Sebagai warga negara Indonesia, kita harus merasa memiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia. Warga negara yang dewasa adalah yang menyadari hak dan kewajibannya. Kunci untuk mewujudkan Cita-cita Proklamasi 1945 terletak pada persatuan dan kesatuan sebagai sesama anak bangsa. Kita harus sadari bahwa NKRI terbentuk dalam keberagaman yang tinggi, dalam geografi, demografi, etnisitas, agama dan golongan. Perbedaan itu hendaknya dikelola dengan sungguh-sungguh secara positif. Karena Indonesia beragam, maka kita harus wujudkan persatuan dan kesatuan bangsa tanpa memperuncing perbedsaan. Adalah jauh lebih baik ketika bangsa Indonesia bersatu, dari pada terlibat dalam konflik dan perseteruan. Bangsa Indonesia akan kuat kalau bersatu. Sebaliknya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang lemah jika tidak bersatu, karena bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh," dalam pemaparannya. (NK)

D PP IP-KI Provinsi DKI Jakarta #Media Budaya Indonesia.Com

Komentar

0 Komentar