Karya Jurnalistik Harus Dihargai Kita Mengacu ke UU Nomor 40 Tahun 1999
- Redaksi
- Selasa, 14 Mei 2024 18:17
- 105 Lihat
- Berita Umum
Jakarta, Media Budaya Indonesia.Com - Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan UU 40 tahun 1999 kita tidak boleh mengintervensi karya Jurnalistik, kita seorang jurnalis wajib investigasi dan kita dalam penyiaran jangan banyak larangan, kita menolak UU yang baru, karena seorang jurnalis kita independen dan tidak boleh di intervensi oleh siapapun.
Larangan UU penyiaran yang dilakukan oleh DPR dan kami akan menolak dan kalaupun akan di sahkan oleh DPR dan DPR akan berhadapan dengan Komunitas Media,” Ucap Ninik dalam keterangan persnya, Selasa (14/5/2024).
UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran memang sudah saatnya di revisi, karena UU yang ditetapkan 22 tahun lalu tersebut sudah bagaikan dinosaurus di tengah revolusi lansekap dunia penyiaran, disrupsi digital dan perubahan perilaku konsumsi media di tanah air.
Namun demikian, bukan berarti revisi yang sedang dilakukan tidak perlu dikritisi. Beberapa hai yang yang menurut PRSSNI perlu di take out dari draft revisi UU Penyiaran adalah beberapa hal berikut :
1. Pasal dan ayat yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik invertigatif, karena hal ini bertentangan dengan semangat kemerdekaan pers dan UU No. 40/1999 tentang PERS. Selain itu melarang lembaga penyiaran untuk melakukan dan menayangkan karya jurnalistik investigatif adalah bentuk diskriminasi.
2. Pasal dan ayat yang membolehkan Komisi Penyiaran Indonesia menyelesaikan sengketa jurnalistik yang terjadi di lembaga penyiaran, karena hal ini sudah di atur dalam UU No. 40/1999 tentang PERS.
3. Pasal 30 E ayat 2 dan 4 yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran radio harus melaksanakan Analog Switch Off pada tahun 2028, karena bertentangan dengan Pasal 30 E ayat 1, ayat 2, ayat 5 dan ayat 6 yang bunyinya sebagai berikut : Pasal 30 E Ayat 1 : Digitalisasi lembaga penyiaran radio dilakukan secara alamiah dan terencana Pasal 30 E Ayat 2 : Yang dimaksud dengan alamiah dan terencana adalah dilaksanakan melalui teknologi analog dan digital secara bersamaan
Pasal 30 E Ayat 5 : Pilihan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan oleh masyarakat dan lembaga penyiaran radio
Pasal 30 E Ayat 6 : Pilihan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dilakukan dengan memperhatikan jaminan kemampuan keberlangsungan usaha lembaga jasa penyiaran radio.
4.Pasal dan ayat yang mengharuskan lembaga penyiaran radio untuk menggunakan teknologi digital terestrial, karena radio digital terestrial terbukti gagal dibelahan dunia manapun semenjak lembaga penyiaran dapat mendistribusikan program siaran melalui internet, dimana masyarakat dapat menikmati program siaran radio melalui smartphone tanpa harus membeli alat baru untuk mendengarkan siaran radio digital terestrial. Menurut PRSSNI teknologi radio digital terestrial adalah pilihan, bukan keharusan.
Selain mengkritisi 4 hal di atas, PRSSNI juga mengusulkan agar anggota KPI tidak lagi dipilih oleh DPR. Sebaiknya dibentuk Panitia Seleksi pemilihan anggota KPI yang terdiri dari unsur :
Pemerintah – Asosiasi Lembaga Penyiaran – Asosiasi Praktisi Penyiaran – Perwakilan Masyarakat Dengan demikian diharapkan dapat terbentuk KPI yang kapabel, profesional dan Independen.
Dengan demikian diharapkan dapat terbentuk KPI yang kapabel, profesional dan independen.
(NK)