Mengenang Tragedi Kematian Brigadir Yoshua Hutabarat Dalam HUT RI Ke - 77, Hindari Kekerasan dan Kesewenangan Demi Penghormatan Terhadap Harkat dan Martabat Manusia dan Ham

  • Redaksi
  • Kamis, 18 Agustus 2022 10:49
  • 49 Lihat
  • Berita Umum

Jakarta Pusat l Media Budaya Indonesia - Barang kali masih banyak yang mengingat istilah atau ungkapan “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi manusia lain, diartikan juga manusia sering menikam sesama manusia lainnya). Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Plautus pada tahun 945. Ungkapan ini kemudian dipopulerkan oleh Thomas Hobbes, seorang filsuf dari Inggris, untuk menggambarkan situasi masyarakat yang diwarnai oleh persaingan dan peperangan. Artinya Siapa pun bisa menjadi musuh, Rabu (17/8).

Istilah Homo-homini lupus ini jelas menggambarkan peristiwa kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (ajudan mantan Kepala Divisi/Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo). Tentu ini bukan tanpa alasan karena pembunuhan BRIGADIR YOSUA dilakukan SECARA BIADAB, BRUTAL, KEJAM, SADIS, DAN MENGERIKAN di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo (FS), Komplesk Polrai, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada hari Jumat, 8 Juli 2022. Memang hal ini menjadi pertanyaan mengapa hal seperti itu terjadi di era peradaban saat ini???

Karena itulah dalam momen hari Kemerdekaan RI yang ke 77 ini, TIM ADVOKAT PENEGAKAN HUKUM & KEADILAN (TAMPAK) mengajak semua elemen bangsa khususnya aparat kepolisian agar kasus Pembunuhan Brigadir Yosua ini  sebagai pembelajaran bagi kita bersama supaya tidak melakukan kekerasan apalagi penyiksaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa sesama manusia. Ini sangat penting untuk penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Artinya dalam hal ini kita diajak agar meninggalkan homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia lain) menjadi Homo Sacius Socius yang berarti manusia adalah teman/sahabat bagi sesama manusianya, atau manusia adalah sesuatu yang sakral bagi sesamanya.

TINGGALKAN BUDAYA KEKERASAN KESEWENANAGN DI KEPOLISIAN DEMI HAM

Faktanya kasus pembunuhan Brigadir Yosua ini pelakunya yang saat ini statusnya sebagai tersangka ada (3) orang anggota polri aktif dan 1 orang adalah warga biasa yang merupakan sopir pribadi Putri Candrawathi,istri Ferdy Sambo, bahkan salah seorang tersangka adalah  pejabat tinggi Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal, Jenderal Bintang 2. Ini menunjukkan hal ironi karena pelakunya adalah perangkat negara (alat negara) yang  seharusnya berkewajiban melindungi dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) 

Karena itu dalam momen Hari Kemerdekaan RI ke-77 ini, seharusnya menjadi evaluasi dan refleksi di tubuh Polri sendiri, sebab faktanya kepolisian sering mempraktekkan kekerasan dan kesewenang-wenangan dengan menyalahgunakan kekuasaan, diantaranya pada saat menghadapi aksi rakyat dalam menyampaikan pendapat, melakukan kekerasan termasuk penyiksaan kepada warga yang  dimintai keterangan terkait penganan kasus di kepolisian, kekerasan dan kriminalisiasi kepada petani dan masyaraat adat yang mempertahankan haknya yang berkonflik dengan perusahaan, dan kekerasan yang lain yang dilakukan oleh kepolisian kepada warga.

Praktek kekerasan yang sering dilakukan kepolisian sudah saatnya dihindari dan ditinggalkan demi pemajuan Hak Asasi Manusia, sebab aparat kepolisian sebagai perangkat negara berkewajiban untuk melindungi, memenuhi dan menghormati hak asasi setiap warga negara. Meninggalkan budaya kekerasan di tubuh polri sebagai upaya meninggalkan homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia lain) menjadi Homo Sacius Homo Homini Socius yang berarti manusia adalah teman/sahabat bagi sesama manusia.  Ini hal penting untuk reformasi Polri.

PEMENUHAN HAK ATAS KEADILAN DI TENGAH PENANGANAN KASUS PEMBUNUHAN BRIGADIR YOSUA 

Kenyataannya penanganan kasus pemunuhan Brigadir Yosua ini tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Ini menunjukkan buruknya penanganan kasus ini sehingga mengakibatkan sulitnya keluarga korban dan publik mendapatkan keadilan dan kepastian hukum  sebagaimana diamanatkan UUD 1945 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Ham.

Realitanya, desakan publik sangat punya pengaruh yang besar agar kepolisian menuntasakan kasus ini. Karena itulah  kasus ini mengalamai kemajuan dengan ditetapkannya tersangka termasuk menetapkan dalang (aktor intelektual) sebagai tersangka. Seandainya tidak ada desakan dan tekanan publik, dikhwatirkan penanganan kasus ini akan terus mengalamai kemandekan. 

Karena itu, kami TIM ADVOKAT PENEGAKAN HUKUM & KEADILAN (TAMPAK), yang digagas oleh para advokat guna memberikan dukungan pengungkapan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (ajudan mantan Kepala Divisi Profesidan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo) secara profesional, transparan dan akuntabilitas. Kepedulian sejumlah advokat atas kasus ini karena Advokat adalah bagian integral dari konsepsi catur wangsa penegak hukum.

Sehubungan dengan itu, Kami TIM ADVOKAT PENEGAKAN HUKUM & KEADILAN (TAMPAK) mengadakakan upacara bendera memperingadi hari Kemerdekaan RI ke 77 hari ini Rabu 17 Agustus 2022 di Halaman Parkir Gedung YARNATI, Jalan Proklamasi Nomor 44, Menteng, Jakarta Pusat.

Dengan harapan melalui penyelenggaraan upacara HUT RI ke -77, merefleksikan penghayatan atas penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia dan HAM dengan menghindari dan meninggalkan kekerasan termasuk penyiksaan dan kesewenangan /penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh kepolisian. Tujuannya adalah supaya  kemerdekaan yang hakiki terwujud sebagaimana amanat proklamasi kemerdekaan RI.

Secara khusus refleksi hari kemerdekaan ini mengingatkan kepolisian agar segera menuntaskan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat untuk  memenuhi Hak Asasi keluarga korban sebagai warga negara di negara yang berdasarkan hukum, yaitu hak untuk tau latar belakang yang menyebabkan kematian korban, hak atas persamaan di hadapan hukum, hak atas kepastian hukum, dan hak memperoleh keadilan sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang Ham.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.

Jakarta, 17 Agustus 2022

Salam keadilan

TIM ADVOKAT PENEGAKAN HUKUM & KEADILAN (TAMPAK)

Koordinator

Roberth Keytimu, S.H.

Turut Menyatakan Sikap

Saor Siagian, S.H., M.H.

Judianto Simanjuntak, S.H.

Sandi E Situngkir, S.H., M.H.

Ridwan Darmawan, S.H., M.H.

Haposan Situmorang, S.H

Roy JM Pohan, S.H.

Mangapul Silalahi, S.H.

Dr. Fernando Silalahi, S.H., M.H.

Gabe Maruli Sinaga, S.H.

Maruli M Purba, S.H.

Adrianus Parulian Sihite, S.H., M.H.

Salmon Siagian, S.H.

Ade Adriansyah, S.H.

Halomoan Sianturi, S.H.

Sungguh Raya Sinaga ,S.H. 

Sabar Daniel Hutahean S.H.

Michael Himan, S.H.

Fatilatulo Lazira, S.H.

Dr (Yuris)  Dr. (MP). H. Teguh Samudera, S.H., M.H.

Ismak, S.H.

Darman Saidi Siahaan, SH., M.H.

Tarigan Sianturi, S.H, M.H.

Timbul Jaya Rajagugkguk, S.H.

Ronald Manullang, S.H.

Jhon Roy P. Siregar

Patar Sihaloho, S.H.

Sigop Tambunan, S.H.

Megawati, S.H.

(Tampak/**Red)

Tampak # Media Budaya Indonesia #

Komentar

0 Komentar