Law Firm Gusti Dalem Pering Dampingi Warga Jakarta Timur dalam Sengketa Tanah: Girik Induk Vs Sertifikat
- Redaksi
- Minggu, 20 Juli 2025 10:54
- 50 Lihat
- Berita Umum

Jakarta , Media Budaya Indonesia. Com — Sengketa tanah kembali mencuat di wilayah Jakarta Timur. Kali ini, perkara melibatkan perbedaan alas hak antara dokumen girik induk milik warga dan sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan atas nama pihak lain. Untuk menghadapi persoalan ini, warga yang bersangkutan menggandeng Gusti Dalem Pering Law Firm sebagai kuasa hukumnya.
Kantor hukum yang dipimpin oleh Dr. I Made Subagio, S.H., M.H. ini menurunkan tim hukum berpengalaman, yaitu Anjis Bambang Saputra, S.H., Fenimawati Laia, S.H., M.H., dan Rendy Suditomo, S.H.. Tim pengacara tersebut menemui klien mereka di kawasan Green Terrace, Jakarta Timur, untuk melakukan pendalaman terhadap dokumen dan riwayat tanah yang disengketakan.
" Klien kami memegang girik induk yang sah dan telah lama menguasai tanah tersebut secara fisik. Namun, baru-baru ini diketahui bahwa tanah tersebut telah bersertifikat atas nama pihak lain. Ini menimbulkan dugaan adanya cacat prosedural atau bahkan potensi mal-administrasi dalam proses penerbitan sertifikat,” ujar Dr. I Made Subagio kepada awak media pada Sabtu (19/7/2025).
Sengketa seperti ini kerap terjadi di Indonesia, terutama pada lahan-lahan yang belum terdaftar secara resmi di sistem elektronik Badan Pertanahan Nasional (BPN). Girik sebagai bentuk bukti penguasaan tanah secara administratif, acapkali masih diakui sebagai dasar kepemilikan, khususnya pada lahan-lahan lama yang belum bersertifikat.
Namun, dengan adanya sertifikat hak atas tanah, muncul ketegangan karena sertifikat dianggap sebagai alat bukti hukum terkuat berdasarkan hukum positif Indonesia. Hal inilah yang kini sedang ditelusuri lebih lanjut oleh tim hukum Gusti Dalem Pering.
Dalam mendampingi klien, tim kuasa hukum mengacu pada beberapa regulasi utama:
* Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
Menjadi dasar hukum utama tentang hak milik, hak guna, dan penguasaan tanah.
* Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Menyusun prosedur pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat yang sah.
* Peraturan Menteri ATR/BPN
Menjelaskan teknis dan administrasi dalam pendaftaran dan penyertifikatan tanah.
* PP No. 37 Tahun 1998 tentang PPAT,
PP No. 34 Tahun 2016 tentang PPh Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta
PP No. 46 Tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di BPN.
“Tujuan kami adalah memastikan klien mendapat keadilan serta penyelesaian secara hukum. Jika ditemukan pelanggaran administrasi atau prosedur dalam penerbitan sertifikat, kami akan menempuh upaya hukum yang sah, baik administratif maupun perdata,” tambah Subagio.
Kasus seperti ini mengingatkan pentingnya pendaftaran tanah secara benar dan menyeluruh. Pemerintah pun melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terus mendorong legalitas aset tanah masyarakat agar tidak lagi terjadi tumpang tindih hak.
Tim kuasa hukum menyatakan siap membawa perkara ini ke jalur hukum jika mediasi atau klarifikasi di BPN tidak membuahkan hasil yang adil bagi kliennya.
" Kami tidak ingin menuduh siapa pun, namun transparansi dan akuntabilitas dalam pertanahan adalah hak masyarakat. Ini bukan sekadar masalah dokumen, tapi juga menyangkut rasa aman atas tanah yang mereka kuasai sejak lama,” pungkas tim kuasa hukum.
(Saiful)