Dede Farhan Aulawi Paparkan Kepemimpinan Kontemporer di Polda Gorontalo

BANDUNG | Budaya Indonesia - Semangat pengabdian seyogyanya tak pernah lekang dan sirna hanya karena batas garis formal sebuah posisi atau jabatan. Sehelai kertas sebuah surat pengangkatan tak harus terhenti dengan berakhirnya masa penugasan. Masa purna tugas bukanlah sebuah titik perhentian dimana segalanya dianggap selesai untuk terus melakukan karya dan pengabdian tanpa batas. Itulah sepenggal catatan media, melihat dan mengamati sepak terjang seorang putra Siliwangi bernama Dede Farhan Aulawi pria kelahiran Tasikmalaya tahun 1970 ini.

Meskipun masa penugasan formilnya sudah memasuki masa purna tugas, tetapi langkah dan jejak perjuangannya terus melaju semakin kencang. Gerakannya malah semakin lincah dan piawai dalam menembus batas dan sekat – sekat perbedaan. Keterampilannya dalam meracik dan menyulam perbedaan menjadi karya seni yang indah, menambah merdu alunan simfoni kehidupan dalam semangat Bhineka Tunggal Ika. Pengetahuan, wawasan dan pengalamanya yang malang melintang di dunia pertahanan dan keamanan terus ia sebarkan sebagai warisan ilmu bagi generasi selanjutnya. Besar harapannya agar Indonesia tercinta menjadi negara yang maju dan unggul serta adil dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

Idealisme yang ia miliki, ia bangun dan semua dipersembahkan sebagai ladang pengabdian terbaik, khususnya dalam melakukan penguatan dan pemenuhan kompetensi SDM. Salah satu isu strategis dalam SDM Kontemporer adalah Kepemimpinan Kontemporer. Kepemimpinan Kontemporer (Contemporary Leadership) memandang pemimpin sebagai individu yang memberikan inspirasi kepada para pengikutnya melalui kata-kata, berbagai ide, dan perilaku. Tetapi tentu bukan sekedar mengeluarkan perintah hanya karena modal legalitas formal saja sebagai atasan, namun dalam dirinya tercermin sebuah keteladanan. Dimana adanya satu kata antara apa yang ia ucapkan dengan apa yang ia lakukan. Itulah hakikat dan makna kepemimpinan kontemporer yaitu kepemimpinan yang memiliki integritas.

“ Semua orang yang pernah belajar tentu mengenal teori dasar dari macam – macam kepemimpinan, seperti kepemimpinan Karismatik, kepemimpinan Otoriter, kepemimpinan Demokratis, kepemimpinan Delegatif, kepemimpinan Transformasional, kepemimpinan Visioner, dan lain sebagainya. Tentu juga mengenal tiga pendekatan dalam gaya kepemimpinan, seperti pendekatan kepemimpinan menurut sifat (traits model), pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori perilaku (behavioral model), dan pendekatan kepemimpinan menurut teori kontingensi (contingency model). Semua itu tentu mudah didapatkan dan di akses dari berbagai literatur sehingga bisa membaca dan mempelajari kapan saja. Namun ada hal terpenting yaitu menanamkan basis utama perilaku kepemimpinan itu sendiri, yaitu integritas dirinya yang bisa dicontoh oleh seluruh anggota atau stafnya “,  ujar Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (22/6).

Hal tersebut ia sampaikan setelah sebelumnya memaparkan materi kepemimpinan kontemporer di polda Gorontalo yang dihadiri oleh seluruh pejabat utama polda dan pejabat utama polres. Acara sendiri dibuka oleh Kapolda Gorontalo Ijp. Akhmad Wiyagus dan didampingi oleh Wakapolda dan Irwasda. Pada kesempatan tersebut, Dede sangat mengapresiasi semangat Kapolda Gorontalo untuk terus mensosialisasikan Kepemimpinan Kontemporer yang mampu membangun moralitas dan basis kepemimpinan berintegritas. 

“ Dalam konteks kepemimpinan saat ini, sebenarnya bukan saatnya bicara benar atau salah, karena mana yang benar dan mana yang salah tentu sudah tahu. Namun yang terpenting adalah membangun sikap mental dan moralitas yang luhur agak bisa tegak lurus pada aturan dan kebenaran. Konsistensi menjalankan tugas dengan penuh kejujuran dan dilandasi oleh sebuah keikhlasan akan melahirkan prestasi yang penuh ketauladanan dan kebanggaan. Bukan semata – mata untuk mencari pujian atau penghargaan, melainkan sebuah panggilan hati untuk melakukan yang terbaik sebagai wujud tanggung jawab pada tugas yang disertai panggilan moral untuk menjaga marwah dan kehormatan institusi. Inilah bentuk pengabdian terindah pada bangsa dan negara. Bekerja ikhlas bukan karena perintah dan tugas, melainkan sesuatu yang melekat dan menjadi kebiasaaan atas panggilan moral dan tanggung jawab. Apapun yang kita lakukan di dunia ini, semua akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan “, pungkasnya mengakhiri keterangan.
( Cp )

Komentar

0 Komentar