Berziarah ke Petilasan Waliyullah di Pahoman Puncak Gunung Karang Pandeglang Banten
- Redaksi
- Rabu, 24 Mei 2023 22:36
- 1497 Lihat
- Seni dan Budaya
JAKARTA l Media Budaya Indonesia.com - Tepat sepekan yang lalu, Selasa, 16 Mei 2023, kami berempat berangkat dari Jl. I Gusti Ngurah Rai, Pondok Kopi Jakarta Timur menuju Balaraja, Provinsi Banten dengan mobil Kijang Inova.
Dwi Busara pemilik mobil bertindak sebagai navigator dan Gatut Sudarsono sesama purnabakti karyawan (PNS) Pemerintah Kota Admimistrasi Jakarta Timur sebagai pengemudi andalan.
Sedang kami berdua, Ichsan selaku Pimred OPININEWS.ID dan Suprihardjo wartawan senior duduk di kursi mobil jok tengah sambil menikmati perjalanan dengan pemandangan alamnya yang sangat menyenangkan dan mengesankan.
Berawal dari Gerbang Tol Bintara /Cakung, perjalanan mengambil rute tol Tanjung Priok menuju jalan Tol Merak lewat Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Tanpa sadar hanya sekitar satu jam perjalanan, kami sampai di Balaraja kami mampir di Kantor Samsat Balaraja sebentar untuk membayar pajak sekaligus mengurus mutasi kendaraan.
Setelah selesai, kami sepakat melakukan wisata sejarah ke Puncak Gunung Karang tepatnya patilasan Pahoman yang dikenal sebagai tempat(Makom) pertemuan para waliyullah di zaman Kesultanan Banten.
Dari Balaraja ke arah Kota Pandeglang kami lewat jalan tol Jakarta Merak, terus belok kiri lewat tol Serang- Panimbang keluar di pintu Tol Rangkas Bitung belok ke arah Jalan Raya Pandeglang. Melewati Kabupaten Pandeglang ke arah Alun-alun Kota Pandeglang terus belok kiri ke arah menuju jalan Gunung Karang Pandeglang yang hawanya semakin menanjak terasa sejuk.
Tak terasa Jalan menuju Puncak Gunung Karang mulai menyempit ke arah utara agak ke barat laut. Sisi kiri hutan dan tebing tinggi sementara sebelah kanan jurang yang juga penuh dengan pohon rindang dan semak- semak.
Saat parkir dan ngopi, kemudian tepat pada pukul 12.30 WIB, Kami berempat telah sampai di jalan yang menanjak di sebelah kiri ada lahan parkir kendaraan umum yang cukup luas dengan fasilitas warung kopi, Musholah dan WC yang terlihat masih sederhana.
Sampainya kami di Puncak Gunung Karang. Desa Pasir Peuteuh. Di sinilah kami berempat turun untuk sholat Dzuhur dijamak Ashar. Lanjut Kami ngopi sejenak di warung, ditemani Pak Nurjaya karyawan Balai Pelestari Cagar Budaya Provinsi Banten. Dari dialah kami dapatkan informasi awal mulanya tentang lingkungan situs setempat.
"Tempat parkir ini bila hari libur atau malam Jumat penuh dengan mobil. Bisa 15 sampai 18 mobil termasuk mobil Bus rombongan peziarah," kata Nurjaya.
Dari tempat parkir kami berempat diantar Nurjaya menuju ke tempat menhir Pahoman melalui jalan paving block selebar satu meter yang sedikit mendaki.
Setelah melewati pos kuncen dengan buku tamu sambil memberikan amal seiklasnya, maka terlihat di sebelah kiri gundukan bebatuan ditutup kain putih.Yang posisinya terletak di bawah pohon besar.
Memasuki area situs purbakaka itu terlihat batu andesit tinggi tegak berdiri di gundukan bebatuan. Ujungnya dibungkus kain putih. Itulah yang disebut menhir.
Di sebelah selatan menhir itu terdapat 5 gundukan batu yang juga ditutup kain putih. Masing- masing ada namanya antara lain Raden Paraga, Keramaian dan lainnya. Sementara batu yang di dalam juga ditutup kain putih bernama Ratu Rincik Manik Rencang Mas.
Menurut seorang kuncennya, Ustadz Maman, batu -batu berkain putih itu tanda tempat atau makom para waliyullah pada saat berkumpul di sekitar menhir tersebut pada zaman Kesultanan Banten.
Mantan Kepala Bazis Jaktim, Dwi Busara yang sempat meraup air dari kolam Ratu tersebut mengaku terasa sejuk segar.
Selanjutnya usai kami berdoa memohon keselamatan kepada Allah SWT, Ustadz Maman memimpin ritual duduk bersandar pada batu menhir sambil berpegangan tangan kanan dan kiri ke belakang punggung. Bila dapat melakukannya dengan mudah, maka mudah pula hajatnya dikabulkan Allah SWT.
Ke Sumur Tujuh ?
Mantan Sudin Kominfo Jakarta Utara, Gatut Sudarsono terkesan pada situs Pahoman tersebut mirip lokasi Candi Cetho di lereng Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar, Provisi Jawa Tengah. Sedang Pahoman di lereng Puncak Gunung Karang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Sementara mantan Kepala Bazis Jakarta Timur Dwi Busara yang juga sebagai seorang pecinta alam sejak mahasiswa di perguruan tinggi Yogyakarta ingin mengulang melacak sejarah di Gunung Karang ini sampai ke puncaknya yang terdapat peninggalan sejarah yaitu Sumur Tujuh.
"Nanti kita ke sana," tantang Dwi Busara yang disambut oleh ketiga rekannya dengan acungan jempol sambil berucap oke siap pak..!!
Menurut Nurjaya, untuk mencapai Sumur Tujuh, dari petilasan Pahoman ini harus naik lagi sejauh 9 km. Diakui untuk destinasi puncak Gunung Karang tersebut masih dapat ditempuh dengan mobil, namun medannya cukup berat.
Sementara itu Pimred OPININEWS.ID Ichsan yang ikut diajak dalam rombongan ke petilasan para Waliyullah tersebut, sangat berharap kepada pemerintah Kabupaten Pandeglang dan juga Pemerintah Provinsi Banten agar segera membangun infrastruktur sarana serta prasarana untuk akses jalan dan fasilitas penunjang lainnya, tentunya dengan kualitas jalan yang bagus.
"Adapun gunanya akses jalan yang bagus adalah untuk memudahkan bagi para wisata sejarah religi maupun bagi para peziarah yang pastinya datang dari berbagai pelosok negeri yang ingin menikmati pesona wisata religi serta keindahan alami di Puncak Gunung Karang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten terasa nyaman dan semakin terkesan," tutupnya.
( Red/San).