Kilas Balik Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Di Hari Lahir Nahdlatul Ulama

  • Redaksi
  • Senin, 31 Januari 2022 22:22
  • 205 Lihat
  • Berita Umum

Indramayu l Budaya Indonesia -  Sultan Ageng Tirtayasa adalah Sayyid Abdul Fattah Al Azmatkhan Al Husaini, sultan Banten ke-6 yang berhasil membawa Kerajaan Banten menuju puncak kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa atau yang dijuluki Pangeran Surya berkuasa antara tahun 1651-1683. Selama berkuasa, perannya tidak sebatas memajukan Kesultanan Banten. Raja dari Banten yang gigih menentang VOC adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Berkat kegigihannya dalam membela bangsa Indonesia, ia bahkan dicap sebagai musuh bebuyutan Belanda.

Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (sultan Banten ke-5) dan Ratu Martakusuma yang lahir pada 1631. Kakeknya bernama Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir atau dikenal sebagai Sultan Agung, Sultan Banten ke-4 yang juga gigih memerangi Belanda. Setelah ayahnya wafat pada 1650, Sultan Ageng Tirtayasa diangkat oleh kakeknya sebagai Sultan muda dengan gelar Pangeran Dipati. Kemudian setelah kakeknya wafat pada 1651, ia resmi naik tahta menjadi raja Banten ke-6 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Dari istri-istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 29 orang anak. Putranya yang terkenal adalah Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji dan Pangeran Purabaya dan yang biasa terkenal dikalangan umum adalah Syekh Masyuruddin.

Dari ke 29 anaknya Sultan Ageng Tirtayasa memberikan berbagai macam gelar kepada anak-anaknya sebagai strategi untuk melawan penjajah, ada yang diberikan gelar Raden, Tubagus, Ratu dan Pangeran. Dari sinilah kita mengetahui bahwa Sultan Ageng Tirtayasa sangat gigih mempertahankan dan membela tanah airnya, yaitu Indonesia.

Sepeninggal Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir pada 10 Maret 1651, dan kedudukannya sebagai Sultan Banten digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma’ali Ahmad, ketegangan dengan VOC terus berlanjut. Bahkan dapatlah dikatakan bahwa puncak konflik dengan VOC terjadi ketika Kesultanan Banten berada di bawah kekuasaan Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) yang diakui negara RI sebagai salah satu Pahlawan Nasional dari Banten. 

Sultan Ageng Tirtayasa selain seorang ahli strategi perang, ia pun menaruh perhatian besar terhadap perkembangan pendidikan agama Islam di Banten. Untuk membina mental para prajurit Banten, didatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, dan daerah lainnya. Salah seorang guru agama tersebut adalah seorang ulama besar dari Makassar yang bernama Syekh Yusuf Taju’l Khalwati, yang kemudian dijadikan mufti agung, sekaligus guru dan menantu Sultan Ageng Tirtayasa. 

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin meningkat. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedagang asing dari Persi (Iran), India, Arab, Cina, Jepang, Pilipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat dengan Inggris, Perancis, Denmark, dan Turki. Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kemegahannya. Di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia. 

Banten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif. Sekitar tahun 1677 Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Dalam pada itu, dengan Makasar, Bangka, Cirebon, dan Indrapura dijalin hubungan baik. Demikian pula hubungannya dengan Cirebon, sejak awal telah terjadi hubungan erat dengan Cirebon melalui pertalian keluarga (kedua keluarga keraton adalah keturunan Syarif Hidayatullah). Banten membantu Cirebon dalam membebaskan dua orang putera Panembahan Girilaya, yaitu Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yang ditahan di ibu kota Mataram dan pasukan Trunojoyo di Kediri tahun 1677, bahkan mengangkatnya menjadi Sultan di Cirebon, sejak 1676 kekuasaan Banten masuk ke dalam keraton Cirebon dan turut mencakupnya. 

Ini menjadi refleksi bersama di hari lahir Nahdlatul Ulama dan juga mendekati Haul Sultan Ageng Tirtayasa yang ke – 330, “Hikmah Sebuah Perjalanan Agung”, yang akan di adakan pada tanggal 16-17 Februari 2022 di Halaman Makam Sultan Ageng Tirtayasa Kampung Tirtayasa Kabupaten Serang Banten.

Semoga dengan adanya tulisan ini, terkhusus kepada penulis yang kebetulan masih tersambung nasabnya ke atas bisa melanjutkan perjuangan-perjuangan para pendahulu demi menjaga ketentraman bangsa dan negara dan untuk para pembaca harus bisa bersyukur dan juga menjaga nilai-nilai perjuangan yang sudah dituntaskan oleh Sultan Ageng Tirtayasa atau Habib Abdul Fattah bin Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir Azmatkhan Al Husaini, dan wajib harus kita lanjutkan bersama untuk Merawat Jagat Membangun Peradaban.
( Cp )
Panulis
Raden Ahmad Sudibyo.
Referensi Sejarah Babad Banten

Komentar

0 Komentar