Pentingnya Melakukan Survei Kepuasan Publik Secara Reguler Dan Berkelanjutan
- Jumat, 18 November 2022 08:59
- 91 Lihat
- Tokoh
BANDUNG | Media Budaya Indonesia -
Oleh : Dede Farhan Aulawi
Setiap instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik secara normatif tentu harus memberikan pelayanan yang terbaik buat masyarakat. Semua akan percaya bahwa mereka pasti sudah berupaya melakukan dan memberikan pelayanan yang terbaik buat masyarakatnya. Namun jika pendapat tersebut keluar dari penyelenggara pelayanan itu sendiri, mungkin jawabannya akan bersifat subjektif. Oleh karena itu dipandang perlu ditanyakan langsung kepada semua masyarakat pengguna layanan untuk dimintai pendapatnya agar mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan para penyelenggara pelayanan tersebut, apakah sudah bagus atau belum. Pendapat masyarakat ini diharapkan akan lebih objektif sehingga ‘positioning’ para penyelenggara pelayanan mengetahui kualitas pelayanan yang telah diberikan, dilihat dari perspektif masyarakat itu sendiri.
Berbicara dalam konteks ‘pelayanan’ secara umum terbagi ke dalam dua subjek pengukuran, yaitu pengukuran kepuasan pelanggan (privat) dan pengukuran kepuasan masyarakat (publik). Pengukuran kepuasan pelanggan biasanya berorientasi pada kepuasan pelanggan (costumer satisfaction) dengan cara melakukan riset pasar atau riset marketing, dengan tujuan untuk mengetahui kualitas produk yang diberikan oleh suatu produsen. Sementara itu pengukuran kepuasan masyarakat biasanya berupa survey kepuasan masyarakat (SKM) dengan cara menyebarkan kuesioner dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk Indek Kepuasan Masyarakat (IKM).
Adapun tujuan dari penyelenggaraan pengukuran kepuasan tersebut adalah untuk mendapatkan umpan-balik atas kualitas pelayanan yang telah dilakukan penyelenggara pelayanan sebagai instrumen untuk menilai kinerja penyelenggara pelayanan agar terjadi peningkatan atau perbaikan kualitas pelayanan. Tindak lanjutnya bisa dengan berbagai cara, misalnya melakukan inovasi-inovasi pelayanan, peningkatan efisiensi dan produktivitas, perbaikan prosedur, kenyamanan tempat dan lain – lain, sesuai dengan saran masukan dan pendapat masyarakat yang tertuang dalam hasil survei.
Perlu diketahui bersama bahwa ketentuan tentang kewajiban melakukan pengukuran kepuasan masyarakat ini telah dimandatkan kepada seluruh penyelenggara pelayanan publik melalui Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik bahwa penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya membangun sistem yang adil, transparan dan akuntabel. Survei kepuasan diatur secara teknis pelaksanaan survei tersebut ke dalam Peraturan Menteri PAN-RB No. 16/2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik. Permenpan-RB No. 16/2014 kemudian disempurnakan melalui Permenpan-RB No. 14/2017 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Unit kerja Penyelenggara Pelayanan Publik.
Merujuk pada ketentuan perundangan dan Permenpan-RB tersebut, maka Survei Kepuasan Masyarakat merupakan instrumen untuk melakukan pengukuran secara komprehensif tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat. Survei kepuasan seharusnya dilaksanakan sekali setahun oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai informasi dasar untuk meningkatkan pelayanan dan melakukan inovasi pelayanan. Hasil survei kepuasan juga seharusnya dipublikasikan melalui media, baik media massa maupun media sosial yang dimiliki penyelenggara pelayanan publik dalam bentuk skoring (kuantitatif) atau baik-buruk (kualitatif).
Sementara itu terkait dengan metode atau teknik dalam melakukan Survei Kepuasan Masyarakat berdasarkan Permenpan-RB No. 16/2014 dapat dilakukan dengan metode/teknik survey yang bermacam-macam. Metode/teknik survey bisa menggunakan metode wawancara tatap muka dengan menggunakan kuisioner, pengisian sendiri atau melalui surat serta bisa juga melalui e-survey (survey elektronik) secara online. Selain itu, metode yang bisa dilakukan juga dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD).
Kualitas Pelayanan Publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang idealnya bisa memenuhi harapan masyarakat bahkan kalau bisa melebihi harapannya. Tolok ukurnya biasanya meliputi ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan, dan atribut pendukung pelayanan.
Merujuk Permenpan RB dan pendapat Zeithaml (1990) ruang lingkup pengukuran meliputi tangible (fasilitas fisik pelayanan), realible (ketepatan yang sesuai yang dijanjikan), responsiveness (bertanggungjawab terhadap pelayanan yang diberikan), competence (keterampilan dan pengetahuan pelayan), courtesy (sikap atau perilaku ramah), credibility (sikap jujur), security (jasa pelayanan bebas dari bahaya atau resiko), access (kemudahan), communication (kemauan untuk mendengarkan aspirasi), dan understanding to costumer (melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan).
Meskipun parameter tersebut diadopsi dari prinsip pelayanan pada organisasi privat sesuai prinsip dalam New Public Management (NPM) tetapi dipandang penting untuk diimplementasikan ke dalam organisasi publik sesuai prinsip New Public Service (NPS) agar organisasi publik mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti halnya organisasi privat memberikan pelayanan kepada pelanggannya.
( Cp )