Warisan Leluhur Jangan Sampai Punah dan Kita Harus Lestarikan

Jakarta I Media Budaya Indonesia.Com - 
Sosok laki - laki berperawakan sedang yang identik dengan kostum serba hitam ini  Baka Perdana Kusuma atau biasa  di sapa dengan panggilan bang Baka ...selain piawai dalam melukis katakter wajah beliau juga suka sekali dengan  seni pencak silat khas indonesia.
Terlihat dari kunjungan  team  media budaya indonesia yang sempat sowan ke kediamannya di  Jalan Sulawesi Lorong W  Timur No 3 RT 014 RW 01 kelurahan Koja kecamatan Koja Jakarta Utara,.Rabu(19/07/2023).

 Baka Perdana Kusuma disela -  sela waktu kosong senang sekali bermain freestayle golok 
"Yah sekedar mencintai kebudayaan tanah leluhur ...siapa lagi yang senang mencintai warisan nenek moyang kita kalau bukan kita sendiri sebagai anak bangsa indonesia . Jangan sampai kita ini melupakan sejarah meskipun hanya sebilah golok yang sebagian kita menganggapnya itu senjata yang mengerikan ,tapi bagi saya semua itu tergantung di tangan siapa golok itu di pegang ...kalau di pegang tukang daging mungkin bisa buat ngebacok atau menyeset daging . Kalau di tukang kelapa mungkin buat ngebelah kelapa...terlepas dari itu semua golok itu adalah pusaka yang sangat bersejarah yang pernah di pakai oleh para raja - raja kita terdahulu untuk berperang  mengusir para penjajah," ucap yang biasa dipanggil Bang Baka sambil ngobrol santai.

"Dan lebih jauh lagi golok adalah senjata tradisi tanah air kita khususnya wilayah tanah pasundan 
Pada masa kerajaan zaman dahulu  golok selain senjata untuk berperang juga di gunakan untuk perlengkapan alat pertanian dan perkebunan .
Nah di tangan para ahli seni bela diri sendiri khususnya seni bela diri pencak silat khas Indonesia golok bisa di gunakan untuk alat bantu kepiawaian dalam berekspresi menuangkan jurus - jurus silat yang mereka pelajari sesuai kurikulum dari perguruan masing- masing tiap para pelaku seni ilmu beladiri itu sendiri .
Maka bagi saya seni bermain golok itu bukanlah  sesuatu hal yang di anggap sebagai arogan  melainkan  lebih dari sisi nilai kebudayaan yang mengandung estetika keindahan keluwesan yang bernilai seni ...yah maklumlah  saya kan orang seni jadi saya selalu melihatnya   dari sisi kacamata seni bukan dari sisi kacamata yang mengerikan tapi malah lebih terkesan indah apabila di mainkan dengan para pelaku seni itu sendiri, belakangan ini malah sudah ada museum golok dan bahkan di buat artikel sejarahnya oleh para master seni golok Indonesia bahkan sudah di perkenalkan ke seluruh dunia ...jadi kesimpulannya bagi saya golok itu sendiri adalah senjata pusaka yang memiliki estika terindah dan termasyur yang dapat di sejajarkan nilai estetik  dengan sejata - senjata pusaka lainnya yang ada di dunia seperti samurai dari jepang atau permainan seni  panah  tombak dari suku Indian ," urainya.

Maka dari itu kenapa saya suka bermain golok ? selain golok itu adalah senjata warisan khas dari nenek moyang kita golok juga mengandung estetika seni yang sangat indah jadi sekali lagi jangan kita melihat golok itu dari senjata tajamnya ...tapi lihatlah golok itu dari siapa yang memegangnya .
Kalau yang memegang golok itu para pelaku seni beladiri maka golok di tangan mereka bisa terlihat estetikanya ketika mereka para pelaku seni beladiri ini memainkan  bahkan bisa menjadi sebuah hiburan yang menakjubkan yang tidak semua orang mampu memainkan perlu berlatih kepada orang - orang yang profesional ...begitu  "tukasnya.

Intinya lestarikan pertahankan seni budaya tanah air kita jangan sampai kita meninggal kan tradisi budaya kita sendiri,nanti kalau sudah di akui oleh negara sebelah baru kita pada melek mata nya ...he ..he ..he ..saya suka dengan seni bermain golok karena disitu ada nilai estetika keindahan dan keluwesan yang mengandung arti kekuatan ...di balik keluwesan  ada kecepatan dan kelihaian yang tidak semua orang mampu memainkannya ...karena kalau salah atau asal - asalan akan menjadi senjata makan tuan ...." ,tambahnya .

Lestarikan Seni Budaya Tanah leluhur kita,kalau bukan kita siapa lagi.(AR)

Seni dan Budaya Pencak Silat# Media Budaya Indonesia.com

Komentar

0 Komentar