SHM Diblokir Tapi Tetap Bisa Balik Nama, Kuasa Hukum Gugat Proses Lelang Rumah di Jemur Wonosari
- Redaksi
- Kamis, 20 Februari 2025 09:53
- 50 Lihat
- Berita Umum

Surabaya – Proses lelang rumah di Jalan Jemur Wonosari, Surabaya, yang diduga sarat kejanggalan, kini berbuntut gugatan hukum. Lukman Ibrahim, seorang pengusaha, melalui tim hukumnya resmi menggugat Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jemursari, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya, serta notaris terkait atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Kasus ini bermula ketika Lukman, pemilik rumah di Jemur Wonosari Blok JJ/03, mendapati bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3095 atas nama Lu’lu’ul Ilmiyah telah beralih meski sudah ada pencatatan blokir di Kantor Pertanahan Surabaya 1. Blokir tersebut didaftarkan oleh kuasa hukumnya, Dwi Heri Mustika, berdasarkan Surat Perintah Setor tertanggal 2 Desember 2024.
Dwi Heri Mustika menyatakan terkejut ketika kliennya mendapat panggilan Aanmaning dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. “Kami heran bagaimana mungkin SHM sudah beralih nama, padahal sudah ada pendaftaran blokir. Ada apa ini?” ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025), di Surabaya.
Tak hanya itu, Dwi menduga ada ‘main mata’ antara pihak BRI dan KPKNL Surabaya. Dugaan ini muncul setelah dua surat yang dikirimkan kepada kedua lembaga tersebut tidak memberikan jawaban jelas terkait siapa pemenang lelang rumah milik Lukman. “Klien kami punya itikad baik untuk membeli kembali rumahnya, tapi tidak ada transparansi. Apakah lelang ini dilakukan secara tertutup dengan harga jauh di bawah pasaran,"ujarnya.
Lukman mengungkapkan bahwa rumahnya dijadikan agunan ke BRI untuk modal usaha dengan nilai kredit Rp3,2 miliar. Namun, ketika mengalami kendala finansial, rumah tersebut dilelang dengan harga yang dinilainya tidak wajar. “Rumah saya yang bernilai Rp2,4 miliar justru dilelang hanya Rp600 juta. Ini sangat tidak masuk akal,” katanya.
Menurutnya, harga lelang seharusnya mengikuti ketentuan minimal 60-70% dari nilai pasar. Fakta bahwa asetnya dilelang jauh di bawah harga wajar semakin memperkuat kecurigaan adanya penyimpangan dalam proses eksekusi.
Atas dugaan pelanggaran ini, Lukman bersama tim hukumnya mengajukan gugatan PMH terhadap pihak-pihak yang terlibat. Tak lama setelah gugatan diajukan, Lu’lu’ul Ilmiyah justru mengajukan permohonan eksekusi ke PN Surabaya.
“Kami hanya ingin keadilan. Jika gugatan kami menang, apakah aset yang sudah dialihkan bisa dikembalikan. Mengapa eksekusi dilakukan dengan terburu-buru,” pungkas Lukman dengan nada kecewa.
(DHM/*NK)