Dede Farhan Aulawi Jelaskan KTT G20 Dalam Forum Bela Negara Jawa Barat
- Senin, 21 November 2022 11:48
- 166 Lihat
- Tokoh
BANDUNG | Media Budaya Indonesia - Mungkin masyarakat banyak yang membaca dan mendengar tentang penyelenggaraan KTT G20 yang digelar di Bali. Namun sebagian besar mungkin juga masih banyak yang belum faham tentang KTT G20 tersebut, apalagi jika dikaitkan dengan kepentingan nasional. Oleh karenanya harus ada upaya – upaya sosialisasi yang intens kepada seluruh masyarakat agar masyarakat bisa memahaminya dengan baik “, ujar Dewan Pakar Forum Bela Negara Jawa Barat, Dede Farhan Aulawi di Bandung, Minggu (20/11).
Hal tersebut ia jelaskan dalam seminar pendidikan bela negara yang diselenggarakan oleh pengurus FBN Jawa Barat yang dilaksanakan di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) kota Bandung. Pada kesempatan ini ia menjelaskan tentang G20 sebagai forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
“ Jika di kelas mahasiswa bisa dijelaskan dalam 3 sks, tapi disini cukup dengan 1 kali pertemuan saja untuk menjelaskan G20 ini “, ujar Dede sambil tersenyum ramah. Dirinya memang terkenal memiliki kemampuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan secara detail berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat, sehingga masyarakat tidak gagal faham untuk memahami sesuatu.
Kemudian ia juga menambahkan bahwa dilihat dari sudut sejarah, G20 dibentuk pada tahun 1999 atas inisiasi anggota G7. G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Adapun tujuan G20 adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. G20 pada awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Namun sejak 2008, G20 menghadirkan Kepala Negara dalam KTT dan pada 2010 dibentuk pula pembahasan di sektor pembangunan. Sejak saat itu G20 terdiri atas Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Sherpa diambil dari istilah untuk pemandu di Nepal, menggambarkan bagaimana para Sherpa G20 membuka jalan menuju KTT (Summit). Ungkapnya.
Lalu ketika ada salah satu peserta yang bertanya mengenai peran G20 secara konkrit, Dede bisa menjelaskannya secara mendetail. Mulai dari Penanganan Krisis Keuangan Global 2008, Kebijakan Pajak, Kontribusi dalam penanganan pandemi Covid-19, dan berbagai Isu lainnya. Misalnya dalam hal perdagangan, iklim, dan pembangunan. Pada 2016, diterapkan prinsip-prinsip kolektif terkait investasi internasional. G20 juga mendukung gerakan politis yang kemudian berujung pada Paris Agreement on Climate Change di 2015, dan The 2030 Agenda for Sustainable Development.
Selanjutnya Dede menjelaskan lima Pilar Presidensi G20, seperti memperkuat lingkungan kemitraan, mendorong produktivitas, meningkatkan ketahanan dan stabilitas, memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif, dan kepemimpinan kolektif global yang lebih kuat. Disamping itu, ada juga agenda prioritas jalur keuangan, misalnya Exit Strategy to Support Recovery yang membahas bagaimana G20 melindungi negara-negara yang masih menuju pemulihan ekonomi (terutama negara berkembang) dari efek limpahan (spillover) exit policy yang diterapkan oleh negara yang lebih dahulu pulih ekonominya (umumnya negara maju).
Termasuk Adressing Scarring Effect to Secure Future Growth, yaitu mengatasi dampak berkepanjangan (scarring effect) krisis dengan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang, memperhatikan ketenagakerjan, rumah tangga, sektor korporasi, dan sektor keuangan. Kemudian Payment System in Digital Era, yaitu standar pembayaran lintas batas negara (CBP), serta prinsip-prinsip pengembangan CBDC (General Principles for Developing CBDC).
Lalu ada Sustainable Finance, yaitu membahas risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon, dan sustainable finance (keuangan berkelanjutan) dari sudut pandang makroekonomi dan stabilitas keuangan. Financial Inclusion : Digital Financial Inclusion & SME Finance, yaitu memanfaatkan open banking untuk mendorong produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan inklusif bagi underserved community yaitu wanita, pemuda, dan UMKM, termasuk aspek lintas batas. Dan terakhir International Taxation, yaitu membahas perpajakan internasional, utamanya terkait dengan implementasi Framework bersama OECD/G20 mengenai strategi perencanaan pajak yang disebut Base Erotion and Profit Shifting (BEPS).
Terakhir Dede juga menjelaskan secara rinci terkait manfaat G20 bagi Indonesia, yaitu membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis, dan merupakan bentuk pengakuan atas status Indonesia sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yang juga dapat merepresentasikan negara berkembang lainnya. Momentum presidensi ini hanya terjadi satu kali setiap generasi (+ 20 tahun sekali) dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia, baik dari sisi aktivitas ekonomi maupun kepercayaan masyarakat domestik dan internasional. Indonesia telah mengorkestrasi agenda pembahasan pada G20 agar mendukung dan berdampak positif dalam pemulihan aktivitas perekonomian Indonesia.
Di samping ada manfaat lainnya, yaitu menjadi kesempatan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di kancah internasional, khususnya dalam pemulihan ekonomi global. Dari perspektif regional, Presidensi ini menegaskan kepemimpinan Indonesia dalam bidang diplomasi internasional dan ekonomi di kawasan, mengingat Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang menjadi anggota G20. Kemudian membuat Indonesia menjadi salah satu fokus perhatian dunia, khususnya bagi para pelaku ekonomi dan keuangan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan (showcasing) berbagai kemajuan yang telah dicapai Indonesia kepada dunia, dan menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
“ Pertemuan-pertemuan G20 di berbagai tingkatannya yang diselenggarakan di Indonesia juga menjadi sarana untuk memperkenalkan pariwisata, seni budaya dan produk unggulan Indonesia kepada dunia internasional, sehingga diharapkan dapat turut menggerakkan ekonomi Indonesia “, pungkas Dede mengakhiri perbincangan.
( Cp )