Anarko Sedikit Berbalut Religius, Dibalik Aksi Black Sunday Aremania?
- Redaksi
- Senin, 28 November 2022 13:37
- 115 Lihat
- Hukum
MALANG l Media Budaya Indonesia - Aksi Malang Black Sunday Aremania di Malang, Jawa Timur, Minggu, 27 November 2022, banyak dijumpai logo dan simbol kelompok Anarko Sindikalis di dalam poster dan spanduk yang dibawa oleh peserta aksi, Minggu (27/11).
Simbol yang paling mencolok adalah huruf A besar dalam lingkaran, ditulis dengan warna putih latar belakang hitam. Berbagai jargon yang ditulis yang ditulis dalam spanduk, seperti ACAB (All Cops Are Bastard), Fuc# Police dan sebagainya semakin menguatkan dugaan keterlibatan kelompok Anarko dalan Aksi supporter Aremania tersebut. Meski mereka telah menunjukkan identitasnya sebagai kelompok Anarko namun di saat demo banyak melantunkan ghiroh religius seperti salawat dan zikir, meskipun tetap melakukan hujatan2 dan makian terhadap aparat baik lisan dan tulisan.
Logo dan simbol juga ditemukan dalam berbagai selebaran undangan dan aksi-aksi sebelumnya. Kenyataan ini mengingatkan kita pada berbagai aksi anarkis dan vandalisme yang terjadi di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Kelompok Anarko ini banyak diketahui menunggangi aksi-aksi massa di tanah air yang berujung rusuh. Sebut saja aksi Hari Buruh 1 Mei 2019 di Bandung, aksi menolak RUU Omnibus Law tahun 2020 lalu di Jakarta dan beberapa aksi lainnya.
Lantas, sebenarnya siapa kelompok Anarko ini, apa tujuannya dan bagiamana pergerakannya di tanah air juga di dunia.
Mengenal Kelompok Anarko
Menurut Menteri Dalam Negeri, Prof. HM. Tito Karnavian, MA, PhD, Anarko Sindikalis adalah paham di mana para pekerja ingin bekerja dengan bebas, tidak terikat dengan aturan. Salah satu ciri kelompok ini adalah coretan simbol 'A', yang jejaknya ditinggalkan dalam setiap kegiatan.
"Paham anarko sindikalis menyebar dari Eropa, Amerika Selatan, dan Asia. Di Indonesia, paham itu masuk beberapa tahun lalu dan tumbuh di kota-kota besar, seperti Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar, "ujar Tito ketika masih menjabat sebagai Kapolri tahun 2019 lalu di Jakarta.
Banyak varian anarko selain sindikalis, antara lain anarko individualis, anarko antifasis, anarko komunis, anarko feminis, dan masih banyak lagi. Semuanya adalah cabang paham anarkisme. Istilah anarko sindikalis atau revolusioner sindikalis muncul saat paham itu diadopsi gerakan buruh. Rudolf Roker dalam buku Anarchism and Anarcho Syndicalism (1949) mengatakan banyak kaum anarkis menghabiskan sebagian aktivitas mereka di pergerakan buruh, sehingga melahirkan gerakan anarkis sindikalis.
Anarkisme itu sendiri, seperti diuraikan Roker, adalah pemikiran sosial yang penganutnya menganjurkan penghapusan kapitalisme dan menggantinya dengan kepemilikan bersama. Kaum anarkis juga menginginkan penghapusan semua institusi sosial-politik yang ada di masyarakat. Negara dengan lembaga politik berikut birokrasinya diganti dengan komunitas bebas yang terikat satu sama lain oleh kepentingan sosial-ekonomi.
Dengan kata lain, seperti tertuang dalam sebuah tulisan di situs Anarkis.org, anarkisme adalah pemikiran yang mendambakan suatu orde yang spontan. Para penganut anarkisme umumnya menolak prinsip otoritas politik. Pada saat yang sama, mereka percaya bahwa keteraturan sosial akan terwujud tanpa adanya otoritas politik itu. Bentuk otoritas politik yang ditentang kaum anarkis adalah yang jelas dimiliki negara modern.
Mikhail A Bakunin (1814-1846) adalah seorang filsuf Rusia yang sering dianggap sebagai ‘kakek’ penganut anarkisme. Bima Satria Putra, dalam buku Perang yang Tidak Akan Kita Menangkan: Anarkisme dan Sindikalisme dalam Pergerakan Kolonial Hingga Revolusi Indonesia (1908-1948), bilang Bakunin adalah teman sekelas sekaligus lawan debat Karl Marx dalam forum Asosiasi Pekerja Internasional (Internasional I) pada 1864-1876.
Silang pendapat Bakunin-Marx terletak pada ide diktator proletariat. Karl Marx dan pengikutnya berpendapat masyarakat tanpa kelas dapat terwujud dengan alat-alat produksi yang telah direbut dari tangan para borjuis yang dikelola oleh negara. Sedangkan Bakunin dan penyokongnya menolak kehadiran negara. Mereka mengajukan gagasan tentang kepemilikan langsung alat-alat produksi itu di bawah asosiasi-asosiasi buruh.
Bima menjelaskan cukup lengkap dan runtut mengenai sejarah anarkisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak era kolonial Belanda. Jejak pertama adalah kritik tajam terhadap sistem kolonialisme yang dilontarkan seorang keturunan Belanda, Eduard Douwes Dekker. Tulisan tokoh bernama samaran 'Multatuli' itu telah menginspirasi dan membangkitkan opini publik melawan penjajah.
Lalu anarkisme menyebar seiring menguatnya gerakan kalangan kiri di Indonesia. Pada awal abad ke-20, bermunculan sindikat-sindikat pekerja, seperti serikat buruh kereta api (VSTP) dan Perhimpunan Sosial Demokrat Indonesia (ISDV) pada 1914. Tokoh-tokoh awal Partai Komunis Indonesia (PKI)V, sebut saja Semaun, Darsono, Alimin, dan Muso, berperan sebagai kunci penggerak organisasi-organisasi tersebut. ( Bimo )